Home » , » Laporan Praktikum Resin Urea Formaldehide (RUF) - Praktikum Proses Teknik Kimia 1 - KA13

Laporan Praktikum Resin Urea Formaldehide (RUF) - Praktikum Proses Teknik Kimia 1 - KA13


https://www.semuanyaadasaja.blogspot.com

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Konversi kimia pada resin umumnya merupakan reaksi polimerisasi, dimana molekul - molekul sederhana bereaksi membentuk polimer. Reaksi utama pada pembentukan polimer adalah reaksi kondensasi dan adisi. Reaksi kondensasi merupakan reaksi terjadinya pelepasan molekul- molekul kecil, misalnya H2O dan metanol. Sedangkan reaksi adisi adalah pembuatan ikatan rangkap pada reaktan tanpa disertai pembentukan produk samping.

Resin adalah sintesa senyawa organik dengan berat molekul yang besar yang dibuat melaui reaksi kimia antar dua molekul yang sama atau berbeda dengan menggunakan katalis pada kondisi tertentu. Resin dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :


1. Resin Alami

Merupakan campuran dari asam karboksilat yang didapat secara alami di alam, misalnya : damar, karet alam.


2. Resin Sintesis

Merupakan senyawa polimer yang mempunyai berat molekul yang tinggi yang dihasilkan dari reaksi dua senyawa atau lebih. Resin sintesis lebih banyak digunakan dari pada resin alami, karena resin sintetik lebih murah harganya dan mudah untuk dimurnikan. Resin sintetik lebih stabil dan seragam dibandingkan dengan resin alami, karena dibuat dibawah kondisi pengontrolan sehingga kemungkinan untuk terbentuknya impuritis itu sedikit.


2.1 Bahan Baku

Urea-formaldehid resin adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid. Resin jenis ini termasuk dalam kelas resin thermosetting yang mempunyai sifat tahan terhadap asam, basa, tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh. Polimer termoset dibuat dengan menggabungkan komponen-komponen yang bersifat saling menguatkan sehingga dihasilakn polimer dengan derajat cross link yang sangat tinggi.

Karena sifat-sifat di atas, aplikasi resin urea-formaldehid yang sangat luas sehingga industri urea-formaldehid berkembang pesat. Contoh industri yang menggunakan industri formaldehid adalah addhesive untuk plywood, tekstil resin finishing, laminating, coating, molding, casting, laquers, dan sebagainya.

Pembuatan resin urea-formaldehid secara garis besar dibagi menjadi 3, Yang pertama adalah reaksi metiolasi, yaitu penggabungan urea dan formaldehid membentuk monomer-monomer yang berupa monometilol dan dimetil urea. Reaksi kedua adalah penggabungan monomer yang terbentuk menjadi polimer yang lurus dan menghasilkan uap air. Tahap ini disebut tahap kondensasi. Proses ketiga adalah proses curing, dimana polimer membentuk jaringan tiga dimensi dengan bantuan pemanasan dalam oven. Reaksi urea-formaldehid pada pH antara 8 sampai 10 adalah reaksi metilolasi, yaitu adisi formaldehid pada gugus amino dan amida dari urea, dan menghasilkan metilol urea.Pada tahap metilolasi, urea dan formaldehid bereaksi menjadi metilol dan dimetil urea

Bahan baku yang digunakan dalam membuat resin urea-formaldehid adalah urea dan formaldehid (formalin). Urea diproduksi secara besar-besaran melalui sintesis amoniak dan karbondioksida. Kedua reaktan ini dicampurkan pada tekanan tinggi menghasilkan ammonium karbamat. Amonium karbamat selanjutnya dipekatkan pada evaporator vakum menghasilkan urea. Reaksinya adalah sebagai berikut:

2NH3 + CO2 à NH4CO2NH2 àH2NCONH2

Formaldehid atau metanal adalah anggota senyawa aldehida yang pertama. Pada kondisi ruangan, formaldehi murni berada dalam fasa gas. Karena itu formaldehid disimpan dalam bentuk larutan yang mengandung 37% hingga 50% berat HCHO. Formaldehid diproduksi secara besar besaran melalui reaksi oksidasi gas alam (metana) atau hidrokarbon alifatik ringan (Geankoplis,1999).


2.2 Reaksi Urea dan Formaldehid

Reaksi antara urea dan formaldehid dengan katalis basa dapat menghasilkan mono-metilol urea sebagai monomer reaktan reaksi pembentukan polimer urea-formaldehid. Basa yang digunakan dapat berupa barium hidroksida ataupun kalium hidroksida.

Dimetilol urea juga dapat dibuat dengan cara yang sama tetapi menggunakan dua buah molekul formaldehid. Baik mono-metilol urea maupun dimetilol urea larut dalam air sehingga reaksi pembentukannya dilaksanakan dalam fasa pelarut air. Tahap reaksi pembentukan mono-metilol urea dan dimetilol-urea biasa dikenal dengan sebutan tahap pembuatan intermediate.

Kondensasi lanjut akan menghasilkan jembatan metilen antara dua molekul urea. Jenis kondensasi ini dapat berlanjut terus menghasilkan rantai lurus.

Tahap terakhir adalah proses curing yaitu ketika kondensasi tetap berlangsung, polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks dan menjadi resin thermosetting. Resin thermosetting mempunyai sifat tahan terhadap asam, basa, serta tidak dapat melarut dan meleleh. Temperatur curing dilakukan pada sekitar temperatur 120⁰C dan pH < 5

Reaksi penggabungan dua buah mono-metilol urea menghasilkan suatu molekul air. Apabila air tersebut dikeluarkan dari sistem reaksi, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser kearah pembentukan polimer.

Reaksi urea dan formaldehid pada pH di atas 7 adalah reaksi metiolasi, yaitu reaksi adisi formaldehid pada gugus amino dan amido dari urea, menghasilkan metilol urea. Turunan-turunan metilol merupakan monomer reaktan reaksi polimerisasi kondensasi. Mula-mula polimer yang dihasilkan masih berupa polimer rantai lurus dan larut dalam air. Semakin lanjut reaksi berlangsung, reaksi polimerisasi membentuk polimer tiga dimensi dan kelarutannya dalam air semakin berkurang. Pada proses curing, reaksi kondensasi tetap berlangsung terus dan polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks sehingga terbentuk thermosetting resin (Lievenspiel,1995).

Hasil dan laju reaksi, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor : perbandingan jumlah mol reaktan, katalis (pH sistem reaksi), temperatur, dan waktu reaksi. Kondisi reaksi ini sangat menentukan jenis produk yang dihasilkan, sehingga pada kondisi yang berbeda akan dihasilkan prouduk yang mempunyai sifat fisik, kimia dan mekanik yang berbeda pula. Karena itu kondisi operasi ditentukan oleh produk akhir yang dikehendaki.


2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Reaksi Urea- Formaldehid

Beberapa faktor yang mempengaruhi nya adalah :

1. Perbandingan umpan

Umumnya, Perbandingan mol umpan (formalin/urea) yang digunakan pada percobaan ini adalah 1,25 dimana perbandingan umpan berada pada batas standar yang ditentukan, perbandingan umpan harus berada dalam range antara 1,25 – 2,0 hal tersebut dimaksudkan agar larutan resin yang terbentuk tidak kental dan tidak encer. Sehingga mempermudah analisis baik analisis densitas, viskositas,  kadar resin dan formalin bebas.

Besarnya perbandingan mol umpan formalin dengan urea sangat mempengaruhi pada produk   (polimer) yang dihasilkan, bila perbandingan umpan kurang dari 1,25 maka resin yang dihasilkan memiliki kadar formalin yang rendah dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan kepadatannya rendah ,sedangkan bila perbandingan umpan lebih dari 2 maka resin yang dihasilkan memiliki kadar formalin yang tinggi dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan kepadatannya tinggi.

2. Pengaruh pH

Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama proses kondensasi polimerisasi terjadi . Dalam suasana asam akan terbentuk senyawa Goldsmith dan senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul polimer yang dihasilkan rendah . Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena mempunyai rantai polimer lebih pendek tetapi stabil terhadap panas. Dalam suasana basa kuat , formaldehid akan bereaksi secara disproporsionasi dimana sebagian akan teroksidasi menjadi asam karboksilat dan sebagian tereduksi menjadi alkohol. Reaksi yang terjadi adalah :

2HCOH +OH ===> HCOO + CH3OH

formaldehid basa kuat asam karboksilat alkohol

3. Katalis

Menurut JJ. Berjelius, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat  reaksi tanpa ikut bereaksi. Sedangkan menurut W.Ostwald, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi tanpa tergabung dalam produk. Artinya katalis dapat mempercepat reaksi, ikut aktif dalam reaksi, tetapi tidak ikut tergabung didalam produk. Untuk proses ini digunakan katalis NH3 yang dapat menurunkan energi aktivasi dengan menyerap panas pada saat curing, fungsinya adalah untuk mengatur penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan agar molekul – molekul yang di dalam larutan bertumbukan, sehingga reaksi menjadi cepat.

4. Temperatur reaksi

Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lelehnya karena dimetilol urea yang terjadi akan  kehilangan air dan formaldehid . Menurut Kadowaki dan Hasimoto temperatur optimum reaksi adalah 85⁰C . Sedangkan titik lelehnya menurut De Chesne adalah 150⁰C . Dan menurut Einhorn adalah 126⁰C .

Kenaikan temperatur akan mempercepat laju reaksi , hal ini dapat ditunjukkan dengan persamaan Arrhenius yaitu : K = A e-Ea/RT

5. Buffer

Buffer (larutan penyangga) digunakan untuk menyangga kondisi operasi pada pH yang diinginkan. Dalam hal ini pH yang diinginkan antar 8 sampai 10. Buffer yang digunakan pada percobaan ini adalah Na2CO3.H2O.

6. Kemurnian zat umpan

Zat umpan yang digunakan harus murni karena adanya zat pengotor dikhawatirkan akan mempengaruhi terbentuknya polimer atau terjadinya reaksi samping .

7. Laju Reaksi

Laju reaksi atau kecepatan reaksi ialah laju atau kecepatan berkurangnya pereaksi atau terbentuknya produk reaksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi ialah konsentrasi, temperatur, katalis dan luas permukaan. Persamaan yang menyatakan laju sebagai fungsi konsentrasi setiap saat yang mempengaruhi laju reaksi disebut hukum laju atau persamaan laju reaksi.

Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi laju reaksi, dimana sebagai contoh pada reaksi A + B C. Dimana pada waktu reaksi berlangsu ng, zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya semakin banyak sebaliknya zat A dan zat B berkurang, dan semakin lama semakin sedikit. Orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam hokum laju bentuk diferensial (Mc. Cabe, 1999).


2.4 Klasifikasi Polimer

Berdasarkan sifat polimer terhadap pemanasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Termoplastik polimer, yaitu suatu polimer dengan adanya pengaruh panas akan terjadi suatu bahan yang lunak dan mudah mencair sehingga mudah dibentuk, jika didinginkan menjadi padat kembali. Contoh : polietilen, polivinil klorida, poliamida, poliisobutilen, polistirena.
  2. Termosetting polimer, yaitu suatu polimer yang dengan adanya penambahan panas akan menjadi keras dan tidak bisa melebur kembali dan tidak larut dalam air dan pelarut lainnya. Apabila terus dipanaskan akan mengakibatkan degradasi menjadi zat – zat lain. Contoh : melanin, urea formaldehid, fenol formaldehid, polietilen, resin epoksi, resin silikin.
Berdasarkan monomer, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Hopolimer, yaitu polimer yang terbentuk dari susunan ulang satu monomer saja. Contoh : polietilen, polistirena, poliester.
  2. Kopolimer, yaitu polimer yang terbentuk dari beberapa jenis monomer saja. Contoh : urea formaldehid, fenol formaldehid, vinil asetat – stirena kopolimer.
Berdasarkan proses pembentkannyan polimer dapat diklasifikasi sebagai berikut :
  1. Polimerisasi kondensasi, yaitu proses penggabungan monomer – monomer menjadi polimer melalui pembebasan molekul sederhana. Contoh : air, metanol, dan lain- lain.
  2. Polimerisasi adisi, yaitu polimerisasi penggabungan monomer-monomer menjadi polimer tanpa pembebasan molekul sederhana, tetap terjdi pemutusan ikatan rangkap (Mc. Cabe, 1999).
https://www.semuanyaadasaja.blogspot.com


BACA LAINNYA :

0 comments:

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork

Popular Posts - Last 30 days

 

Dapatkan Hosting dengan Diskon Hingga 20%


Selesaikan misinya dan dapatkan hingga ratusan dolar per hari


Download Aplikasinya dan Dapatkan Promo Menarik


Get paid to share your links!
Support : Chemical Engineering | Himatemia Unimal 2014/2015 | Teknik Kimia
Copyright © 2018. Berkah Mencari Ilmu - All Rights Reserved
Contact us +6281288573161
Published by Mhd Haris lazuar Saragih Saragih | Linda Ratna Sari
Proudly powered by Berkah mencari Ilmu