BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konversi kimia
pada
resin umumnya
merupakan
reaksi
polimerisasi,
dimana molekul –
molekul sederhana bereaksi membentuk polimer. Reaksi utama pada pembentukan polimer adalah reaksi kondensasi dan adisi. Reaksi kondensasi merupakan reaksi terjadinya pelepasan molekul- molekul kecil, misalnya H2O dan metanol. Sedangkan reaksi adisi adalah pembuatan ikatan rangkap pada reaktan
tanpa disertai pembentukan produk samping.
Resin adalah sintesa senyawa organik dengan berat molekul yang besar
yang dibuat
melaui reaksi
kimia
antar
dua molekul yang sama atau berbeda
dengan menggunakan katalis pada kondisi tertentu. Resin dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Resin Alami
Merupakan campuran dari asam karboksilat yang
didapat secara alami di alam, misalnya : damar, karet alam.
2. Resin Sintesis
Merupakan senyawa polimer yang
mempunyai berat molekul yang tinggi
yang dihasilkan dari reaksi dua senyawa atau lebih. Resin sintesis lebih banyak digunakan dari pada resin alami, karena resin sintetik lebih murah harganya dan
mudah untuk dimurnikan. Resin sintetik lebih stabil dan seragam dibandingkan dengan resin
alami, karena dibuat dibawah kondisi pengontrolan sehingga
kemungkinan untuk
terbentuknya impuritis itu sedikit.
2.1 Bahan Baku
Urea-formaldehid resin adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid.
Resin jenis ini termasuk dalam kelas resin thermosetting yang mempunyai sifat tahan terhadap asam, basa, tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh. Polimer
termoset
dibuat dengan menggabungkan komponen-komponen yang bersifat
67
saling menguatkan
sehingga
dihasilakn polimer dengan derajat cross link yang sangat tinggi.
Karena sifat-sifat di atas, aplikasi resin urea-formaldehid yang sangat luas sehingga industri urea-formaldehid berkembang pesat. Contoh industri yang menggunakan industri
formaldehid adalah addhesive untuk plywood, tekstil resin
finishing, laminating, coating, molding, casting, laquers, dan sebagainya.
Pembuatan resin urea-formaldehid secara garis
besar dibagi
menjadi
3, Yang
pertama adalah reaksi metiolasi, yaitu penggabungan urea dan formaldehid
membentuk monomer-monomer
yang berupa
monometilol dan dimetil urea. Reaksi
kedua adalah penggabungan
monomer
yang terbentuk menjadi polimer
yang lurus dan menghasilkan uap air. Tahap ini disebut tahap kondensasi. Proses ketiga adalah proses curing,
dimana
polimer
membentuk jaringan
tiga dimensi dengan bantuan pemanasan dalam oven. Reaksi urea-formaldehid pada pH antara
8 sampai 10 adalah reaksi metilolasi, yaitu adisi formaldehid pada gugus amino dan amida dari urea, dan menghasilkan metilol urea.Pada tahap metilolasi , urea dan formaldehid bereaksi menjadi metilol dan dimetil urea
Bahan
baku yang
digunakan dalam membuat resin
urea-formaldehid adalah urea dan formaldehid (formalin). Urea
diproduksi secara besar-besaran
melalui sintesis amoniak
dan karbondioksida.
Kedua
reaktan ini
dicampurkan pada tekanan tinggi menghasilkan ammonium karbamat. Amonium karbamat selanjutnya
dipekatkan pada evaporator vakum menghasilkan
urea.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
2NH3 + CO2 Ã NH4CO2NH2 Ã H2NCONH2
Formaldehid atau metanal adalah anggota senyawa aldehida yang pertama. Pada kondisi
ruangan, formaldehi murni berada dalam fasa gas. Karena itu formaldehid disimpan dalam bentuk larutan yang
mengandung 37% hingga 50% berat
HCHO. Formaldehid diproduksi
secara besar besaran melalui reaksi oksidasi
gas alam (metana) atau hidrokarbon alifatik ringan (Geankoplis,1999).
2.2 Reaksi Urea dan Formaldehid
Reaksi antara urea dan formaldehid
dengan
katalis
basa dapat menghasilkan mono-metilol
urea sebagai monomer reaktan reaksi pembentukan polimer urea-formaldehid. Basa yang digunakan dapat berupa barium hidroksida ataupun kalium hidroksida
Dimetilol urea juga dapat dibuat dengan cara yang
sama tetapi menggunakan dua
buah molekul
formaldehid.
Baik mono-metilol urea maupun dimetilol
urea larut
dalam air sehingga
reaksi pembentukannya
dilaksanakan dalam fasa pelarut
air.
Tahap
reaksi
pembentukan mono-metilol
urea
dan dimetilol-urea biasa dikenal dengan sebutan tahap pembuatan intermediate.
Kondensasi lanjut akan menghasilkan jembatan metilen antara dua molekul urea. Jenis kondensasi ini dapat berlanjut terus menghasilkan rantai lurus.
Tahap terakhir adalah proses curing
yaitu
ketika kondensasi tetap berlangsung, polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks
dan menjadi resin thermosetting. Resin thermosetting mempunyai sifat tahan terhadap asam, basa, serta tidak dapat melarut dan meleleh. Temperatur curing dilakukan pada sekitar temperatur 120oC dan pH < 5
Reaksi penggabungan dua
buah mono-metilol urea
menghasilkan suatu
molekul air. Apabila air tersebut dikeluarkan dari sistem reaksi, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser kearah pembentukan polimer.
Reaksi urea dan formaldehid pada pH di atas 7 adalah reaksi metiolasi, yaitu reaksi adisi
formaldehid pada gugus amino dan amido
dari urea, menghasilkan metilol urea. Turunan-turunan metilol merupakan monomer reaktan
reaksi polimerisasi kondensasi. Mula-mula polimer yang dihasilkan masih berupa
polimer rantai lurus dan
larut dalam air. Semakin lanjut reaksi berlangsung, reaksi polimerisasi membentuk polimer tiga dimensi dan
kelarutannya dalam air semakin berkurang.
Pada
proses curing,
reaksi
kondensasi tetap berlangsung
terus dan polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang
sangat kompleks sehingga terbentuk thermosetting resin (Lievenspiel,1995).
Hasil dan laju reaksi, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor :
perbandingan
jumlah mol reaktan, katalis
(pH
sistem
reaksi), temperatur, dan waktu reaksi.
Kondisi reaksi ini sangat menentukan jenis produk yang dihasilkan, sehingga pada kondisi
yang berbeda akan dihasilkan prouduk
yang mempunyai sifat fisik, kimia
dan mekanik yang berbeda pula.
Karena
itu kondisi
operasi ditentukan oleh produk akhir yang dikehendaki.
2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Reaksi Urea- Formaldehid
Beberapa faktor yang mempengaruhi nya adalah :
1. Perbandingan umpan
Umumnya ,
Perbandingan
mol umpan
(formalin/urea)
yang
digunakan
pada percobaan ini adalah 1,25 dimana perbandingan umpan berada pada batas standar yang ditentukan,
perbandingan
umpan harus berada dalam range antara
1,25 – 2,0 hal tersebut dimaksudkan agar larutan resin yang terbentuk tidak kental dan tidak encer. Sehingga mempermudah analisis
baik analisis densitas,
viskositas, kadar resin dan formalin bebas. Besarnya perbandingan mol umpan
formalin dengan urea sangat mempengaruhi
pada produk
(polimer)
yang dihasilkan, bila perbandingan umpan kurang dari
1,25
maka resin yang dihasilkan memiliki kadar formalin yang rendah dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan kepadatannya rendah ,sedangkan bila perbandingan umpan lebih dari 2 maka resin yang
dihasilkan memiliki kadar
formalin yang tinggi dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan kepadatannya tinggi.
2. Pengaruh pH
Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap reaksi atau
hasil reaksi selama proses
kondensasi polimerisasi
terjadi . Dalam
suasana asam
akan terbentuk
senyawa Goldsmith dan
senyawa lain yang tidak terkontrol
sehingga molekul polimer yang
dihasilkan rendah . Senyawa
Goldsmith
tidak diinginkan
karena
mempunyai rantai polimer lebih pendek
tetapi stabil
terhadap panas. Dalam
suasana basa
kuat , formaldehid
akan bereaksi
secara disproporsionasi dimana sebagian akan teroksidasi menjadi asam karboksilat
dan sebagian
tereduksi
menjadi alkohol. Reaksi yang terjadi adalah :
2HCOH +OH ===> HCOO +
CH3OH
formaldehid basa kuat
asam karboksilat alkohol
3. Katalis
Menurut JJ. Berjelius,
katalis
merupakan senyawa
yang ditambahkan
untuk mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Sedangkan menurut
W.Ostwald,
katalis merupakan senyawa yang ditambahkan
untuk mempercepat
reaksi tanpa tergabung dalam produk.
Artinya katalis
dapat mempercepat
reaksi, ikut aktif dalam reaksi,
tetapi
tidak
ikut tergabung didalam produk.
Untuk
proses ini digunakan katalis NH3 yang
dapat menurunkan energi aktivasi dengan menyerap panas pada saat curing, fungsinya adalah untuk mengatur penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan agar
molekul – molekul yang di dalam larutan bertumbukan, sehingga reaksi menjadi cepat.
4. Temperatur reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik
lelehnya karena dimetilol urea
yang terjadi
akan kehilangan
air dan formaldehid
. Menurut Kadowaki
dan Hasimoto temperatur
optimum reaksi adalah
85oC . Sedangkan titik lelehnya
menurut
De
Chesne
adalah
150oC
.
Dan menurut
Einhorn adalah
126oC .
Kenaikan temperatur
akan mempercepat
laju reaksi , hal ini dapat ditunjukkan dengan persamaan Arrhenius yaitu : K = A e-Ea/RT
5. Buffer
Buffer (larutan penyangga) digunakan untuk menyangga
kondisi operasi pada pH yang diinginkan. Dalam hal ini pH yang diinginkan antar 8 sampai 10. Buffer yang digunakan pada percobaan ini adalah Na2CO3.H2O.
6. Kemurnian zat umpan
Zat umpan yang digunakan harus murni karena adanya zat
pengotor dikhawatirkan
akan mempengaruhi terbentuknya polimer atau terjadinya
reaksi samping .
7. Laju Reaksi
Laju reaksi atau kecepatan reaksi ialah laju atau kecepatan berkurangnya
pereaksi atau terbentuknya produk reaksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi ialah konsentrasi, temperatur, katalis dan
luas permukaan. Persamaan yang menyatakan laju sebagai fungsi konsentrasi setiap saat yang mempengaruhi laju reaksi disebut hukum laju atau persamaan laju reaksi.
Konsentrasi merupakan salah satu
faktor yang memepengaruhi laju reaksi, dimana sebagai contoh pada reaksi A + B C. Dimana pada waktu reaksi berlangsu ng, zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya semakin banyak sebaliknya zat
A dan zat B berkurang, dan semakin lama semakin sedikit. Orde
reaksi
adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam hokum laju bentuk diferensial (Mc.Cabe
,1999).
2.4 Klasifikasi Polimer
Berdasarkan sifat
polimer
terhadap
pemanasan
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Termoplastik polimer
Yaitu suatu
polimer
dengan adanya
pengaruh panas akan terjadi
suatu bahan yang lunak dan
mudah mencair sehingga mudah dibentuk, jika didinginkan
menjadi padat kembali.
Contoh : polietilen, polivinil klorida, poliamida, poliisobutilen, polistirena.
2. Termosetting polimer
Yaitu suatu polimer yang dengan adanya penambahan panas akan menjadi keras dan
tidak
bisa
melebur kembali
dan
tidak
larut dalam
air
dan pelarut lainnya. Apabila terus dipanaskan akan mengakibatkan degradasi menjadi zat – zat lain.
Contoh : melanin, urea formaldehid,
fenol formaldehid,
polietilen, resin epoksi, resin silikin.
Berdasarkan monomer, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hopolimer
Yaitu polimer
yang terbentuk dari susunan ulang satu
monomer saja. Contoh : polietilen, polistirena, poliester.
2. Kopolimer
Yaitu polimer yang terbentuk dari beberapa jenis monomer saja. Contoh : urea formaldehid, fenol formaldehid, vinil asetat – stirena kopolimer Berdasarkan
proses pembentkannyan
polimer dapat diklasifikasi
sebagai
berikut :
1. Polimerisasi kondensasi
Yaitu proses penggabungan monomer – monomer menjadi
polimer melalui pembebasan molekul sederhana. Contoh : air, metanol, dan lain- lain.
2. Polimerisasi adisi
Yaitu polimerisasi penggabungan monomer-monomer menjadi polimer tanpa pembebasan
molekul sederhana, tetap terjdi pemutusan
ikatan rangkap (Mc.Cabe,1999).
BAB III METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat
dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Labu leher tiga
2. Gelas ukur
3. Kondensor
4. Erlenmeyer
5. Beker gelas
6. Corong
7. pH meter
8. Piknometer
9. Pipet tetes
10. Pipet volume
11. Termometer
12. Pengaduk
13. Buret
3.1.2 Bahan
1. Urea
2. Ammonia
3. Asam klorida
4. Etanol
5. Indikator Pp
6. Air
7. Natrium karbonat
8. Natrium sulfat dan
9. Formalin.
3.2 Cara Kerja
1. Kedalam labu leher empat dimasukkan formalin yang tertentu jumlahnya.
2. Kepala larutan ini ditambahkan
katalis (amoniak pekat) dari massa total
campuran yang ditambahkan buffering agent (Na2CO3) dari massa katalis.
3. Diaduk
campuran sampe
rata dan diambil sebanyak
ml sample sebagai
sample no 0 untuk dianalisa.
4. Dimasukkan
urea yang tertentu jumlahnya kedalam labu leher 4 secara berlahan-lahan kemudian diaduk sampe rata.
5. Diambil 10 ml sampel nomor 1 dianalisa.
6. Dipanaskan campuran sampe mendidih dan diambil sebanyak ml sample nomor 2 untuk dianalisa.
7. Diatur pengambilan sample sebanyak ml dengan selang waktu beberapa menit.
8. Dihentikan pengambilan sample pada saat kadar formaldehid bebas telah
konstan
Prosedur Analisa Sampel
3.2.1 Analisa Densitas
1. Piknometer kosong ditimbang massanya.
2. Pikno kosong diisi air dan kembali ditimbang massanya.
3. Pikno kosong diisi sampel dan kembali ditimbang massanya.
4. Dan densitas dihitung.
3.2.2 Analisa pH
1. Larutan sampel dimasukkan ke dalam beaker glass.
2. Diukur
pH menggunakan pH meter.
3.3.3 Analisa Kadar Formaldehid Bebas
1. Sampel sebanyak ml ditambahkan 2-3 tetes phenolphthalein
dan ditambahkan 5 ml etanol 96%.
2. Ditambahkan 25 ml Na2SO4 dan diaduk sampai homogen.
3. Larutan dititrasi dengan HCl.
4. Kemudian dilakukan titrasi blanko.
5. Kadar formaldehid bebas dihitung.
0 comments:
Posting Komentar