Home » » Makalah Katalis dan Katalisis

Makalah Katalis dan Katalisis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu reaksi kimia, ada banyak hal yang mempengauhi proses terjadinya suatu reaksi. Salah satunya yaitu waktu tingal. Waktu tinggal suatu reaksi adalah merupakan salah satu waktor utama yang harus diperhatikan dalam suatu reaksi dan kebanyakan permasalahan dalam suatu industri yaitu lamanya waktu tinggal dari reaktan untuk bereaksi. Ada reaksi yang berlangsung lama dan ada pul reaksi yang berlangsung cepat.

Pada reaksi yang berlangsung lama, dapat membuat industri mengalami kesulitan sehingga akan membuat kerugian pada perusahaan. Untuk mengatasi hal ini, ada suatu substansi atau bahan atau zat yang bukan reaktan dan juga bukan produk, tetapi dapat dan bahkan sangat mempengaruhi kecepatan reaksinya. Substansi inilah yang dinamakan katalis (atau katalisator). Berzellius pada tahun 1835 merupakan orang (ilmuwan) yang pertama kali menggunakan istilah “katalis”. Katalis adalah suatu zat yang mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktifasi. Fungsi katalis dalam suatu reaksi kimia adalah menyajikan reaksi alternatif.

Dalam reaksi kimia, katalis sendiri tidak mengalami perubahan yang permanen. Katalisis mengambil bagian dalam reaksi kimia dan mempercepatnya, tetapi ia sendiri tidak mengalami perubahan kimia yang permanen. Oleh karena itu untuk mempercepat suatu hasil reaksi digunakan katalis untuk mempercepat lajunya reaksi sehingga produk dapat dihasilkan dengan konsentrasi yag diinginkan. Karena sangat banyaknya kegunaan katalis banyak digunakan di industri manapun, dikarenakan biaya operasinya yang murah dan prosesnya yang mudah. Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka penulis akan memaparkan penjelasan tentang katalis.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut.
  1. Apa itu katalis ?
  2. Apa saja jenis-jenis katalis ?
  3. Bagaimana mengkarakterisasi suatu katalis ?
  4. Bagaimana karakteristik suatu katalis padat ?
  5. Bagaimana sifat fisik daripada suatu katalis ?
  6. Bagaimana proses deaktivasi katalis ?
  7. Apa saja racun katalis ?
  8. Bagaimana cara meregenerasi katalis 


1.3 Tujuan

Adapun tujuan daripada makalah ini yaitu sebagai berikut.
  1. Mengetahui apa itu katalis.
  2. Mengetahui apa saja jenis-jenis katalis.
  3. Mengetahui bagaimana cara mengkarakterisasi suatu katalis.
  4. Mengetahui bagaimana karakteristik suatu katalis padat.
  5. Mengetahui bagaimana sifat fisik daripada suatu katalis.
  6. Mengetahui bagaimana proses deaktivasi katalis.
  7. Mengetahui apa saja racun katalis.
  8. Mengetahui bagaimana cara meregenerasi katalis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Katalis

Katalis merupakan zat yang mampu meningkatkan laju suatu reaksi kimia agar reaksi tersebut dapat berjalan lebih cepat. Dalam suatu reaksi sebenarnya katalis ikut terlibat, tetapi pada akhir reaksi terbentuk kembali seperti bentuknya semula. Dengan demikian, katalis tidak memberikan tambahan energi pada sistem dan secara termodinamika tidak dapat mempengaruhi keseimbangan.

Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi reaksi. Penurunan energi aktivasi tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi antara katalis dan reaktan. Katalis menyediakan situs-situs aktif yang berperan dalam proses reaksi. Situs-situs aktif ini dapat berasal dari logam-logam yang terdeposit pada pengemban atau dapat pula berasal dari pengemban sendiri. Logam-logam tersebut umumnya adalah logam-logam transisi yang menyediakan orbital d kosong atau elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan sehingga terbentuk ikatan baru dengan kekuatan ikatan tertentu (Campbell, 1998).

Reaksi katalitik secara umum dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu reaksi katalitik homogen dan reaksi katalitik heterogen. Pada reaksi katalitik homogen, reaktan dan katalis berada dalam fasa yang sama dan reaksi terjadi di seluruh fasa. Walaupun banyak keuntungan dari katalis logam homogen, kekurangannya adalah pada proses pemisahan dari campuran terkadang juga menghambat penggunaannya dalam industri.


2.2 Penggolongan Katalis

Katalis dapat digolongkan ke dalam katalis homogen dan katalis heterogen. Dalam reaksi dengan katalis homogen, katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan. Biasanya, semua reaktan dan katalis berada dalam satu fasa tunggal cair atau gas. Produksi biodiesel dengan katalis homogen secara umum menggunakan katalis H2SO4, NaOH dan KOH (Busca, 2014).

Dalam reaksi dengan katalis heterogen, katalis dan reaktan berada dalam fase yang berbeda. Katalis heterogen cenderung lebih mudah untuk dipisahkan dan digunakan kembali dari campuran reaksi karena fasa yang digunakan berbeda dengan produk reaksinya. Katalis heterogen juga lebih mudah dibuat dan mudah diletakkan pada reaktor karena fasa yang berbeda dengan pereaktannya. Biasanya katalis heterogen yang digunakan berupa fase padat (Istadi, 2011).

Adanya beda fasa pada katalis dan pereaktan menjadikan mekanisme reaksi menjadi sangat kompleks. Fenomena antarmuka menjadi sesuatu yang sangat penting dan berperan. Laju reaksi dikendalikan oleh fenomena-fenomena adsorbsi, absorbsi dan desorbsi. Reaksi cairan atau gas dengan adanya katalis padat adalah contoh yang khas (Busca, 2014).


2.2.1 Katalis Homogen

Proses katalisis pada reaksi berkatalis homogen berlangsung melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut.
  1. Tahap pembentukan senyawa kompkles /intermediates (tahap koordinasi)
  2. Tahap penyusunan lang antara molekul-molekul reaktan dengan ligan katalis (tahap interaksi ligan)
  3. Tahap eliminasi produk reaksi
Penentuan persamaan kinetika reaksi berkatalis homogen, berdasarkan mekanismenya, dilakukan denagn cara yang sama (analog) dengan kinetika reaksi homogen, dengan berbantuankan hubungan pendekatan neraca massa katalis. Contoh katalisis homogen ialah katalis reaksi oksidasi-reduksi oleh ion perak dalam larutan sebagai berikut:

Ti+(aq) + 2Ce4+(aq) → Ti2+(aq) + 2Ce3+(aq)

Reaksi langsung dari Ti+ dengan satu ion 2Ce4+ yang menghasilkan Ti2+ sebagai zat antara berjalan lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan menambahkan ion Ag+ yang berperan dalam mekanisme reaksi dalam bentuk :

Ag+ + 2Ce4+→ Ag2+ + Ce3+ (cepat)
Ti++ Ag2+→ Ti2++ Ag(lambat)
Ti+ + 2Ce4+ → Ti2+ + 2Ce3+ (cepat)

Ion Ag+ tidak secara permanen diubah oleh reaksi ini, sebab yang terjadi habis dalam langkah pertama akan dihasilkan kembali pada langkah kedua: ion ini berperan sebagai katalis yang secara nyata mempercepat laju reaksi keseluruhan. Sebagian besar reaksi katalis homogen adalah asam basa, seperti halnya reaksi hidrolisis dari ester atau mutarotasi glukosa.

Dengan menganggap S adalah suatu subtrat denga suatu reaksi asam basa.  Sedang asam basa menurut Bronsted – Lowry adalah :

HA  + H2O     H3O+  + A-
A-  +   H2O      HA   + OH-

Maka laju reaksi katalitik adalah

r  = kkat  [S]

di mana kkat  =   ko  +  kH  [H3O]   +   kOH  [OH]  +  kHA  [HA]  + kA  [A]   dan k0 adalah laju tanpa katalis sedang yang lain adalah laju dengan katalis sesuai dengan zatnya masing – masing.


2.2.2    Katalis Heterogen

Katalis Heterogen menghasilkan kemudahan dalam pemisahan dan penggunaan ulang katalis dari suatu campuran. Laporan terakhir mengungkapkan bahwa katalis berukuran nanometer merupakan katalis yang efisien dan dapat dengan  mudah dipisahkan dari campuran reaksi (Yoon et al., 2003; Stevens et.al., 2005; Stevens et.al., 2005).

Tingginya luas permukaan terhadap perbandingan volume dari nanopartikel logam oksida memainkan peranan penting dari kemampuan katalis tersebut (Bell, 2003).

Dalam katalis heterogen, reaktan dan katalis berada dalam fasa yang berbeda. Dalam katalis heterogen, zat padat yang bertindak sebagai katalis dapat mengikat sejumlah gas atau cairan pada permukaannya berdasarkan adsorspsi. Saat ini, proses katalitik heterogen dibagi menjadi dua kelompok besar, reaksi-reaksi reduksi-oksidasi (redoks), dan reaksi-reaksi asam-basa.

Reaksi-reaksi redoks meliputi reaksi-reaksi dimana katalis mempengaruhi pemecahan ikatan secara homolitik pada molekul-molekul reaktan menghasilkan elektron tak berpasangan, dan kemudian membentuk ikatan secara homolitik dengan katalis melibatkan elektron dari katalis. Sedangkan reaksi-reaksi asam-basa meliputi reaksi-reaksi dimana reaktan membentuk ikatan heterolitik dengan katalis melalui penggunaan pasangan elektron bebas dari katalis atau reaktan (Li, 2005).

Pada kenyataannya, proses katalis heterogen pada permukaan padatan selalu berhubungan dengan adsorpsi molekul reaktan dan desorpsi produk. Kajian kontak katalis didasarkan pada proses adsorpsi - desorpsi.

Akibat terjadinya adsorpsi kimia, aktivitas molekul mengalami perubahan. Atom yang teradsorpsi menjadi lebih reaktif dibandingkan molekul bebasnya, karena mengalami pemutusan ikatan kovalen atau ikatan hidrogen. Proses adsorpsi menyebabkan berkurangnya energi bebas (G) sistem sehingga entropi (S) juga berkurang. Berdasarkan persamaan 1,
ΔG = ΔH – T . ΔS
maka dapat dikatakan bahwa proses adsorpsi tersebut adalah eksotermik (Adamson, 1990). Sebagian besar industri kimia menggunakan katalis heterogen. Keuntungan pemakaian katalis heterogen (berupa padatan) adalah jenis katalisnya banyak, mudah dimodifikasi dan dapat diregenerasi pada suhu pemisahan serta dapat digunakan untuk mereaksikan senyawa yang peka terhadap suasana asam dan tidak merusak warna hasil reaksi.
Persyaratan utama suatu katalis heterogen adalah permukaan yang aktif dan mampu mengadsorpsi reaktan. Kelebihan utama katalis heterogen adalah kemudahannya dipisahkan dari hasil reaksi (Berry et.al., 1980). Hal ini dapat diwujudkan dengan menyiapkan katalis dalam ukuran yang lebih kecil yaitu ukuran nano.
a.         Nanokatalis
Nanosains dan nanoteknologi adalah sintesis, karakterisasi, eksplorasi dan eksploitasi dari material berukuran-nano. Material ini terkarakterisasi oleh ukuran dimensinya yaitu nanometer (1 nm = 10-9m). Yang termasuk nanostruktur adalah clusters, quantum dots, nanokristal, nanowires,  dan nanotubes ( Rao et al., 2004; Rao and  Cheetham, 2001).  Material nanopartikel telah banyak menarik peneliti karena material nanopartikel menunjukkan sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan mekanik, elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik (Mahaleh et al., 2008; Deraz et al., 2009).
Nanokatalis sendiri adalah nanopartikel yang memiliki peran sebagaimana mestinya katalis yaitu mempercepat suatu reaksi tanpa ikut serta dalam hasil reaksi. Keunggulan nanokatalis adalah aktivitas yang lebih baik sebagai katalis karena material nanokatalis memiliki permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaannya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren et al., 2003).
Berdasarkan Qi dan Wang (2002), ketika perbandingan dari ukuran atom terhadap partikel tersebut menjadi kurang dari 0,1 atau 0,1, gaya kohesi mulai menurun, dimana menurunkan titik leleh. Dalam suatu laporan, Nanda et al.,(2003) menunjukkan bahwa energi dari permukaan bebas nanopartikel lebih tinggi daripada ukuran bulk dari material tersebut. Selain itu nanokatalis telah banyak dimanfaatkan sebagai katalis untuk menghasilkan bahan bakar dan zat kimia serta menangani pencemaran lingkungan (Sietsma et al., 2007). Salah satu nanokatalis tersebut adalah katalis berjenis spinel ferite. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk sintesis nanokatalis.
Berbagai metode dari pembuatan nanokatalis spinel ferrite seperti ball milling, metode keramik dengan pembakaran (Khedr et al., 2006), koopresipitasi (Khedr et al., 2006; Silva et al., 2004; Zi et al., 2009), reverse micelles (Calero-Ddelc and Rinaldi, 2007), metode hidrotermal (Zhao et al., 2007), polymeric precursor (Gharagozlou, 2009), sol-gel (Gul and Masqood, 2008), microemulsions (Pillai and Shah,1996), laser ablation (Zhang and Lan, 2008), metode poliol (Baldi et al., 2007), metode sonokimia (Shafi et al., 2007), dan metode aerosol (Singhai et al., 2005).Dari beberapa metode sintesis tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode sol-gel untuk mendapatkan nanokatalis NiMoFe2O4. Metode sol-gel ini dipilih karena secara luas telah digunakan dalam sintesis katalis berpendukung logam.
Selain itu metode ini memiliki banyak keunggulan seperti dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar secara homogen pada permukaan katalis, tekstur porinya memberikan kemudahan difusi dari reaktan untuk masuk ke dalam situs aktif (Lecloux and Pirard, 1998), luas permukaan yang cukup tinggi, peningkatan stabilitas termal, serta kemudahannya dalam memasukkan satu atau dua logam aktif sekaligus dalam prekursor katalis (Lambert and Gonzalez, 1998). Dengan alasan ini diharapkan keunggulan dari metode sol-gel ini dapat diterapkan pada katalis spinel ferite NiMoFe 2O4 dalam uji aktivitasnya terhadap konversi gas CO2.
b.         Spinel Ferite
Spinel ferite adalah katalis yang memiliki rumus umum AB2O4 dimana A adalah kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Mo, dll., yang menempati posisi tetrahedral dalam struktu kristalnya dan B adalah kation-kation bervalensi 3 seperti Fe, Mn, Cr dll., yang menempati posisi oktahedral dalam struktur kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O2- (Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al., 2008 ; Iftimie et al., 2006). Gambar 2.1 berikut adalah struktur kristal spinel ferite.

Gambar 2.1 Struktur Kristal Spinel Ferrite (Zhang, 2006)
            Berdasarkan isi kemungkinan interstitialnya, ferrite dapat dikategorikan dalam tiga perbedaan kelas seperti normal, terbalik atau campuran spinel (Chien and Y.C.KO, 1991). Beberapa ferrite mengandung komposisi dua atau lebih ion divalen (Ni2+, Zn 2+, Cu2+ dan lain-lain (Sakurai et al, 2008).
            Salah satu spine ferrite yang telah banyak digunakan sebagai katalis adalah nikel ferrite (NiFe2O4). Nikel ferrite ini memiliki struktur spinel terbalik (inverse) yang mana setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi A) dan sisanya menempati posisi pada oktahedral (posisi B) hal ini dapat dituliskan dengan rumus (Fe3+ 1.0) [Ni2+ 1.0 Fe3+ 1.0]O42+ (Kasapoglu et al., 2007 ; Maensiri et al., 2007). NiFe2O4 telah banyak digunkan sebagai katalis untuk benzoilasi toluene dengan benzil klorida dan kemampuan sebagai sensor gas klorin pada konsentrasi rendah (Ramankutty and Sugunan, 2001 ; Reddy et al., 1999 ; Iftimie et al., 2006) untuk reaksi hidrogenasi (CO2 + H2) menjadi senyawa alkohol (Situmeang et al., 2010).
2.2.3    Katalis Enzim
Reaksi transesterifikasi secara enzimatis mencegah terbentuknya sabun, reaksi terjadi pada pH netral, suhu reaksi yang lebih rendah sehingga lebih bersifat ekonomis. Beberapa metode secara enzimatis bertujuan untuk memecah ikatan kovalen, ikatan silang (cross linking) dan enkapsulasi mikro. Lipase merupakan enzim yang paling banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi, karena harganya lebih murah dibandingkan dengan enzim yang lain dan mampu mengkatalisis baik reaksi hidrolisis maupun transesterifikasi trigliserida dalam kondisi biasa untuk menghasilkan biodiesel (Semwal, S., 2010).
Macario (2009) telah melakukan enkapsulasi enzim lipase (Rhizomucor miehe lipase). Enzim tersebut dienkapsulasi di dalam fase micellar dari surfaktan yang mengandung silika. Biokatalis yang dienkapsulasi telah digunakan untuk reaksi transesterifikasitriolein dengan  metanol dalam kondisi bebas pelarut. Metil ester asam lemak yang dihasilkan dengan yield77% dengan waktu reaksi selama 96 jam dan suhu 40 oC (Macario, 2009). Penggunaan katalis enzim dalam reaksi transesterifikasi memiliki permasalahan yaitu selain harga enzim yang mahal juga adanya asam lemak bebas pada bahan baku yang bereaksi dengan alkohol rantai pendek (seperti metanol dan etanol) menyebabkan enzim terdenaturasi. Gliserol sebagai salah satu produk reaksi, memberi efek negatif pada enzim yang digunakan (Lou, 2008).
2.3       Karakterisasi Katalis
Dalam pembuatan katalis, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui struktur dan karakteristiknya. Pengujian katalis ini disebut dengan karakterisasi. Pemilihan metode karakterisasi merupakan hal yang amat penting untuk mengidentifikasi sifat-sifat katalis. Pemilihan metode karakterisasi katalis dapat ditinjau dari keperluan atau kepentingannya secara ilmiah dan teknis, biaya  karakterisasi, dan kemudahan akses peralatan (Istadi, 2011).
2.3.1    Karakterisasi Luas Permukaan dengan Surface Area Analyzer (SAA)
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat dalam karakterisasi material katalis. Alat ini berfungsi untuk menentukan luas permukaan material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu material.
Prinsip kerjanya menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada temperatur konstan seringkali pada suhu didih dari gas tersebut. Alat tersebut pada dasarnya hanya mengukur jumlah gas yang dapat diserap oleh suatu permukaan padatan pada tekanan dan temperatur tertentu (Busca, 2014).
Penentuan luas permukaan ini dilakukan dengan pendekatan isoterm adsorpsi BET (Brunauer-Emmet-Teller). Dalam eksperimen, penentuan luas permukaan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen ke permukaan padatan pada temperatur tertentu. Luas permukaan dapat ditentukan dari perbandingan volume/jumlah partikel teradsorpsi yang membentuk lapisan tunggal (Vm) seperti persamaan berikut:
dengan x = P/Po, P adalah tekanan gas yang teradsorpsi, Po adalah tekanan gas yang membentuk lapisan tunggal, dan C adalah konstanta adsorpsi-desorpsi (C = K-adsorpsi/ K- desorpsi). Persamaan diatas dapat disesuaikan dengan hasil eksperimen yang menghasilkan data berupa P atau V dengan cara membuat resiprok kedua sisi persamaan tersebut kemudian mengalikan kedua sisi dengan Vm dan (1-x)/x, sehingga didapat persamaan sebagai berikut:
Persamaan akhir tersebut dapat diterapkan pada plot (x/1-x)1/V terhadap x, sehingga Vm dan C dapat ditentukan. Melalui dua nilai tersebut, luas permukaan dapat ditentukan (Busca, 2014).
Luas permukaan (surface area) merupakan sifat yang penting dalam aplikasi katalis. Istilah tekstur (texture) merujuk pada struktur pori partikel secara umum meliputi luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan bentuk pori. Dari beberapa sifat kaitannya dengan tekstur tersebut, luas permukaan spesifik (specific surface area, Sg, m2-1g) merupakan parameter yang paling penting kaitannya dengan permukaan katalis di dalam desain katalis heterogen. Luas permukaan total merupakan kriteria krusial untuk katalis padat karena sangat menentukan jumlah situs aktif di dalam katalis kaitanya dengan aktivitas katalis (Istadi, 2011).
2.3.2    Karakterisasi Gugus Fungsi dengan FTIR
Spektrofotometer inframerah merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa, dan menganalisis campuran. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Prinsip dasar adsorpsi radiasi inframerah adalah bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap dan frekuensi lainnya diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Jika menggambarkan antara persen absorbansi atau persen transmitansi dengan frekuensi, maka akan dihasilkan suatu spektrum inframerah (Sastroamidjojo, 1991).
Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1). Daerah yang sering dianalisis spektrofotometer inframerah adalah dalam kisaran 4000-500 cm-1 atau lebih rendah (Tan, 1982).
Serapan inframerah berkaitan dengan getaran molekul atau atom. Atom-atom yang terikat oleh ikatan kovalen dalam suatu senyawa mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi. Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitude getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi, molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi (energi yang terserap ini akan dibuang dalam keadaan panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar).
Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap, atau terkuantitas tingkat-tingkat energi. Panjang gelombang dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang karakteristik yang berlainan (Fessenden, 1994).
Tipe getaran dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) getaran ulur atau deformasi, dimana atomnya berosilasi pada arah sumbu ikatan tanpa mengubah sudut ikatan dan (2) getaran tekuk, dimana gerakan atom-atomnya menghasilkan perubahan sudut ikatan. Oleh karena itu, getaran ulur terjadi pada frekuensi yang lebih tinggi daripada getaran tekuk (Tan, 1982). Analisa gugus fungsi suatu sampel dapat dilakukan dengan membandingkan pita serapan spektra inframerah terhadap tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa pembanding yang sudah pernah diteliti sebelumnya (Silverstein, 1984).
2.3.3    Karakterisasi Komposisi Unsur Li:Si dengan LIBS
Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS) adalah suatu teknik analisis sampel secara kualitatif dan kuantitatif yang cepat, tidak merusak (nondestructive test) dan hampir tanpa preparasi sampel. Saat laser difokuskan pada permuaan sampel, sebagian kecil (orde µg) dari sampel di ablasikan dan terbentuk plasma yang berisikan elektron-elektron, atom-atom netral, atom-atom tereksitasi dan ion-ion. Elektron-elektron dalam atom yang tereksitasi akan bertransisi ke keadaan dasar (ground state) dengan melepaskan atau mengemisikan energi dalam bentuk photon. Photon ditangkap oleh spektrometer dan ditampilkan sebagai intensitas fungsi panjang gelombang. Nilai panjang gelombang dalam spektrum sesuai dengan jenis unsurnya dan digunakan untuk analisis kualitatif, sedangkan besarnya intensitas emisi sebanding dengan konsentrasi suatu unsur dalam bahan dan digunakan untuk analisis kuantitatif (Cremers, et al., 2006). Rangkaian peralatan eksperimental dari LIBS umumnya terdiri dari laser berdurasi pendek, lensa pemfokus, optik pengumpul (Collecting Optic) untuk radiasi yang dipancarkan, analyzer panjang gelombang (spektrograf) dan detektor (CCD), semua dikendalikan oleh komputer, seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema Instrumentasi LIBS
2.3.4    Karakterisasi Sifat Asam-Basa Permukaan dengan Titrasi Asam-Basa
Titrasi asam-basa merupakan salah satu prosedur yang digunakan untuk menentukan konsentrasi dari suatu asam atau basa. Dalam titrasi digunakan larutan standar telah diketahui secara akurat konsentrasinya yang disebut dengan larutan baku. Ketika larutan yang sudah diketahui konsentrasinya direaksikan dengan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya maka akan dicapai suatu kondisi dimana jumlah asam setara dengan jumlah basa, keadaan ini dikenal sebagai titik ekivalen. Keadaan ekivalen dapat diketahui dengan menggunakan larutan indikator (Winarto, 2013).
Permukaan material dapat bersifat asam atau basa akibat adanya gugus-gugus tertentu di permukaan. Untuk menentukan karakteristik asam atau basa dapat diterapkan pendekatan yang sederhana yakni dengan menghubungkan sifat permukaan dengan adanya ikatan terhadap asam maupun basa yang teradsorp.

2.4       Karakteristik Katalis Padat
Kinerja katalis dipengaruhi oleh beberapa parameter yakni aktivitas, selektivitas, deaktivasi, aliran fluida dan stabilitas katalis. Kinerja katalis juga dipengaruhi oleh karakteristik dari katalis itu sendiri. Karakter-karakter yang mempengaruhi kinerja katalis diantaranya pemilihan komponen aktif atau situs aktif, luas permukaan katalis, serta sifat kebasaan dan keasaman permukaan. Aktivitas dan selektivitas dicapai sebagai keadaan optimum dengan menentukan material dan metode preparasi yang sesuai (Nasikin dan Susanto, 2010).
Pada katalis heterogen padat diyakini bahwa tidak seluruh permukaannya bereaksi. Hanya situs tertentu pada permukaan katalis yang berperan dalam reaksi, situs-situs tersebut disebut dengan situs aktif. Situs aktif dapat berupa atom tak berikatan yang dihasilkan dari ketidakseragaman permukaan atau atom dengan sifat kimia yang memungkinkan interaksi dengan atom atau molekul yang teradsorbsi reaktan. Suatu reaksi dengan katalis heterogen padat dari reagen A menjadi produk B berlangsung sesuai langkah-langkah dalam Gambar 2.3
Gambar 2.3 Mekanisme reaksi katalitik pada materi padat (Busca, 2014)
            Dari gambar di atas, langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut.
1.         Transpor reaktan A dari cairan bulk ke mulut pori permukaan luar pelet katalis.
2.         Difusi reaktan A dari mulut pori melalui pori katalis untuk mengisi permukaan dalamnya.
3.         Adsorpsi reaktan A pada permukaan katalis.
4.         Reaksi A pada permukaan katalis menghasilkan produk B.
5.         Desorpsi produk B dari permukaan katalis.
6.         Difusi produk B dari bagian depan pori ke mulut pori permukaan luar katalis.
7.         Transfer produk B dari mulut pori pada permukaan luar katalis ke cairan bulk (Busca, 2014).
Mekanisme tersebut sangat terkait dengan fenomena adsorpsi. Setidaknya satu dari reaktan teradsorpsi pada permukaan katalis. Mekanisme adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi secara fisika (fisisorpsi) dan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisisorpsi, interaksi yang terjadi antara adsorbat dan adsorben adalah gaya van der Waals. Molekul yang terikat lebih lemah dan energi yang dilepaskan relatif rendah, sekitar 20 kJ/mol. Sedangkan pada proses kemisorpsi, interaksi adsorbat dan adsorben tersedia melalui pembentukan ikatan yang lebih kuat. (Atkins, 1999).
Permukaan katalis mencakup permukaan eksternal dan internal pori-pori. Untuk material yang sangat berpori, luas permukaan internal pori-pori jauh lebih tinggi daripada luas permukaan eksternal. Distribusi ukuran pori katalis dipengaruhi oleh kondisi preparasi dan jumlah masukan komponen aktif. Biasanya terdapat distribusi ukuran pori yang luas pada katalis, akan tetapi, katalis juga dapat dirancang untuk memiliki distribusi ukuran pori yang sangat kecil. Pada katalis, situs-situs aktif tersebar di seluruh matriks berpori. Dalam kondisi temperatur dan tekanan yang sesuai, gas secara bertahap dapat terserap pada permukaan padat dan akhirnya menyebabkan cakupan menyeluruh (Busca, 2014).
Permukaan katalis dapat memiliki karakteristik asam maupun basa. Teori Brønsted-Lowry mendefinisikan asam sebagai zat atau materi pemberi proton, sedangkan basa didefinisikan sebagai zat atau materi penerima proton. Sementara itu, Lewis mendefinisikan asam sebagai zat atau materi akseptor pasangan elektron dan basa didefinisikan sebagai zat atau materi pendonor pasangan eletron (Lufaso, 2014). Definisi asam-basa dapat digunakan untuk menerangkan fenomena asam-basa yang ditunjukkan sebagai karakteristik permukaan katalis. Hal ini perlu untuk menerangkan gugus aktif pada material tersebut, baik berupa gugus asam maupun basa. Penentuan letak gugus aktif ini sangat rumit, namun konsep sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan menghubungkan sifat permukaan dengan adanya ikatan terhadap asam maupun basa yang teradsorpsi (Yang, 2003).
Pengertian keasaman atau kebasaan permukaan padatan meliputi aspek kekuatan asam atau basa dan jumlah gugus asam atau basanya serta pusat asam atau basa dari berbagai macam padatan. Jumlah basa pada permukaan biasanya dinyatakan sebagai banyaknya senyawa asam yang dapat teradsorpsi dalam suatu berat sampel per satuan luas permukaan padatan, sementara itu jumlah asam pada permukaan berarti sebaliknya. Jumlah asam atau basa yang teradsorpsi secara kimia pada permukaan padatan menunjukkan banyaknya gugus aktif pada permukaan padatan (Trisunaryanti, 1986).
2.5       Sifat Fisik Katalis
            Adapun sifat fisik daripada suatu katalis yaitu sebagai berikut.
1.         Luas permukaan katalis
Semakin halus katalis, maka jalanya reaksi semakin efektif
2.         Volume pori (Vg)
Katalis didihkan dengan zat cair misalnya air. Setelah udara dala pori-pori diganti zat cair, katlais dikerigkan dan ditimbang
3.         Density
-           Density solid
-           Density partikel

4.         Porosity
Secara umum, katalis yang diunakan dalam industri terdiri dari 30 % volume pori, 30% volume katalis padat dan 40 % volume antar partikel.
2.6       Deaktivasi Katalis
Seiring dengan berlangsungnya proses, katalis dapat mengalami perubahan sifat kimia dan fisika secara reversibel maupun ireversibel yang mengarah kepada terjadinya penurunan (atau kehilangan) aktivitasnya. Semua katalis akan mengalami penurunan (atau kehilangan) aktivitasnya sepanjang waktu penggunaan (time on stream, TOS). Peristiwa inilah yang dinamakan deaktivasi. Deaktivasi reversibel bersifat sementara, sehingga katalis dapat diaktifkan kembali dan diregenerasi; sedangkan deaktivasi ireversibel bersifat permanen, sehingga harus dilakukan penggantian katalis baru. Proses deaktivasi dapat berlangsung sangat cepat, seperti pada katalis-katalis perengkahan (cracking) hidrokarbon, atau sangat lambat, seperti pada katalis besi promoted untuk reaksi sintesis amonia, yang dapat digunakan selama beberapa tahun tanpa kehilangan aktivitas secara berarti (signifikan).
Deaktivasi katalis dapat mempengaruhi kinerja reaktor. Penurunan jumlah active sites katalis dapat menurunkan aktivitas katalitiknya. Katalis yang telah terdeaktivasi harus diregenerasi atau bahkan diganti secara periodik. Dengan mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan deaktivasi, bagaimana deaktivasi dapat mempengaruhi performa katalis, bagaimana mencegah terjadinya deaktivasi, serta bagaimana meregenerasi katalis yang telah terdeaktivasi, maka persoalan deaktivasi ini dapat diminimasi.
Ada 3 macam penyebab deaktivasi secara garis besar, yakni:
1.         fouling (pengerakan),
2.         poisoning (peracunan), dan
3.         sintering.
2.7       Racun Katalis
Deaktivasi katalis akibat peracunan pada umumnya berlangsung lambat. Peracunan disebabkan oleh adsorpsi kimia (chemisorption) zat-zat dalam aliran proses. Zat-zat ini kemudian menutup atau memodifikasi active sites pada katalis. Racun dapat menyebabkan perubahan morfologi permukaan katalis, baik melalui rekonstruksi permukaan maupun relaksasi permukaan, atau memodifikasi ikatan antara katalis logam dengan supportnya.
Zat yang bisa menjadi racun pada umumnya adalah pengotor (impurity) dalam aliran umpan, namun produk dari reaksi yang diinginkan pun bisa berperan sebagai racun.
Ada 3 jenis utama racun, yaitu:
1.         Molekul-molekul dengan heteroatom yang reaktif (misal: sulfur)
2.         Molekul-molekul dengan ikatan kompleks antar atom (misal: hidrokarbon tak jenuh)
3.         Senyawa-senyawa logam atau ion-ion logam (misal: Hg, Pd, Bi, Sn, Cu, Fe)
Toksisitas sebuah racun P ditentukan oleh besarnya perubahan entalpi adsorpsi racun P dan perubahan energi bebas proses adsorpsi, yang menentukan besarnya konstanta kesetimbangan adsorpsi kimia oleh racun P (KP). Fraksi permukaan katalis yang tertutupi oleh racun P yang teradsorp secara reversibel (θP) dapat dihitung menggunakan isoterm adsorpsi Langmuir:
Dengan :         KA = Konstanta kesetimbangan adsorpsi reaktan A
                        K= Konstanta kesetimbangan adsorpsi racun P
                        P= Tekanan parsial reaktan A
                        PP   = Tekanan parsial reaktan P
Aktivasi katalis yang tersisa sebanding dengan fraksi permukaan katalis yang tidak tertutupi oleh rasun (yaitu sebesar 1- ).
2.8       Regenerasi Katalis
Aktivitas katalis yang telah terdeaktivasi dapat dipulihkan kembali, secara parsial maupun sempurna, melalui treatment kimia. Proses regenerasi yang berlangsung lambat dapat disebabkan oleh meningkatnya batasan termodinamika atau tahanan difusi akibat menutupnya pori-pori katalis. Peningkatan tahanan difusi ini akan menurunkan effectiveness Factor katalis.
Meskipun kecepatan desorpsi pada umumnya meningkat pada suhu tinggi, namun pengontakan katalis dengan aliran gas bersuhu tinggi untuk jangka waktu lama dapat memicu terjadinya sintering dan hilangnya aktivitas katalis secara ireversibel. Deaktivasi katalis karena peracunan dan pengerakan akan berlangsung ireversibel, jika zat-zat penyebab deaktivasi tersebut tidak dapat digasifikasi pada suhu di bawah suhu sintering-nya. Contoh-contoh kasus regenerasi katalis yaitu sebagai berikut.
1.         Untuk katalis yang teracuni oleh sulfur, ikatan logam-sulfur biasanya diputuskan dengan menambahkan steam. Contohnya, pada katalis logam nikel:
Ni-S + H2O → NiO + H2S
H2S + 2 H2O SO2 + 3 H2
Kesetimbangan reaksi (ii) yang menggeser H2S dicapai pada suhu yang sangat tinggi (>700oC). Artinya, sintering katalis menjadi persoalan (karena suhu sintering Ni ≈ 500oC). Selain itu, SO2 biasanya merupakan racun untuk beberapa katalis. Jika sintering atau peracunan oleh SO2 menghalangi treatment regenerasi dengan steam, maka sulfur yang terdeposit pada katalis Ni biasanya dipisahkan dengan cara melewatkan aliran gas yang bebassulfur pada katalis, pada suhu-sedang, selama periode waktu tertentu.
2.         Regenerasi katalis yang terdeaktivasi oleh coke biasanya dilakukan dengan proses gasifikasi menggunakan oksigen, steam, hidrogen, atau karbon dioksida.
2.9       Aplikasi Penggunaan Katalis
2.9.1    Aplikasi pada Katalis Heterogen
Pengaplikasian katalis heterogen yaitu pada pembuatan Vanili Sintetik (3-Hidroksi-2-Metoksibenzaldehida) dari Eugenol (4-Allil-2-Metoksifenol) Minyak Cegkeh. Dimana prosesnya yaitu kaolin setelah dikalsinasi pada suhu 750ºC selama 2 jam, selanjutnya direfluks menggunakan larutan HCl 3 M selama 2 jam. FeCl3 yang terdapat dalam filtrat hasilrefluks yang berwarna kekuningan, dihilangkan dengan ekstraksi menggunakan dietil eter. Filtrat kemudian diuapkan sampai jenuh dan terbentuk kristal, yang selanjutnya dimurnikan dengan larutan HCl pekat, sehingga terbentuk kristamurni  AlCl3.xH2OKristal AlCl3.xH2O dilarutkan dalam aquadest kemudian ditambahkan larutan NH4OH pekat sampai basa (pH 8) dan terbentuk gel Al(OH)3. Untuk pembuatan  γ-Al2O3,  gel Al(OH)3 segera disaring, dipanaskan pada suhu 120ºC selama 50 jam supaya terbentuk boehmite, AlO(OH). Selanjutnya boehmite dikalsinasi pada suhu 500ºC selama 24 jam sehingga terbentuk γ-Al2O3. Sedangkan untuk pembuatan η-Al2O3, setelah gel  Al(OH)3  terbentuk dengan sempurna, gel didiamkan selama 4 jam, kemudian disaring dan dicuci sampai netral. Selanjutnya gel tersebut direndam dalam air (proses aging) selama 12 jam  supaya  terjadi  polimerisasi  gel Al-hidroksida.
Gel kemudian disaring dan dipanaskan pada suhu 120ºC selama 72 jam supaya terbentuk bayerite. Bayerite kemudian dipanaskan pada suhu 250ºC selama 16 jam dan   dikalsinasi  pad suh 500º selam 24   jam sehingga terbentuk η-Al2O3. Katalis padatan superbasa dibuat berdasarkan metode yaitu dengan menambahkan pada 20 g   γ-Al2O3 atau η-Al2O3  sebanyak  3 g NaOH, dan dipanaskan pada suhu 310-320ºC sambil diaduk serta dialiri gas N2 selama 3 jam. Selanjutnya ke dalam campuran reaksi tersebut ditambahkan 0,8 g logam Na sambil diaduk selama 1 jam. γ-Al2O3, η-Al2O3  dan padata superbasa   dianalisis   denga difraktometer sinar X, dan selanjutnya dilakukan karakterisasi permukaannya  dengan  autosorb  gas  sorption  (BET).
2.9.2    Aplikasi pada Katalis Homogen
Pengaplikasian katalis omogen yaitu pada proses transesterifikasi. Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi yaitu KOH dan NaOH.Penggunaan katalis ini menimbulkan masalah pada proses pemisahan produk reaksi sehingga menghasilkan limbah pencucian dalam jumlah yang besar.
Di samping itu, katalis basa bekerja dengan baik pada batas asam lemak bebas (ALB) < 0,5%. Jika bahan baku mengandung ALB tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan asam lemak bebas membentuk sabun. Katalis asam homogen yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi misalnya H2SO4, HCl, dan H3PO4. Akan tetapi penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan korosi pada reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus besar serta memerlukan suhu yang tinggi.
2.9.3    Aplikasi pada Katalis Enzim
Pengaplikasian katalis enzim yaitu pada industri roti. Katalis yang digunakan dalam pembuatan roti adalah enzim zimase yang merupakan bio katalis.Penambahan zimase dilakukan pada proses peragian pengembangan roti.Ragi di tambahkan ke dalam adonan sehingga glukosa dalam adonanterurai menjadi etil alkohol dan karbon dioksida.
Penguraian berlangsung dengan bantuan enzim zimase yang dihasilkan ragi.
C6H12O16 2C2H5OH +2CO2
Pada proses ini, CO  berfungsi mengembangkan adonan roti.Banyaknya rongga kecil pada roti membuktikan terjadinya gelembung CO saat peragian.



BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
            Adapun kesimpulan daripada makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.         Katalis merupakan zat yang mempu mempercepat proses suatu reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi suatu reaktan.
2.         Katalis terbagi atas beberapa jenis, yaitu katalis hoogen, katalis heterogen dan katalis enzim.
3.         Karakterisasi katalis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan Surface Area Analyzer (SAA), dengan FTIR, dengan LIBS, dengan Titrasi Asam-Basa.
4.           Kinerja katalis dipengaruhi oleh beberapa parameter yakni aktivitas, selektivitas, deaktivasi, aliran fluida dan stabilitas katalis.
5.         Katalis memiliki beberapa sifat fisik, yaitu luas permukaan katalis, volume pori (Vg), density dan porosity.
6.         Katalis dapat mengalami perubahan sifat kimia dan fisika secara reversibel maupun ireversibel yang mengarah kepada terjadinya penurunan (atau kehilangan) aktivitasnya yang sering disebut dengan deaktivasi katalis.
7.         Peracunan katalis disebabkan oleh adsorpsi kimia (chemisorption) zat-zat dalam aliran proses.
8.         Proses regenerasi katalis yang telah terdeaktivasi dapat dilakukan secara parsial maupun sempurna melalui treatment kimia.

0 comments:

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork

Popular Posts - Last 30 days

 

Dapatkan Hosting dengan Diskon Hingga 20%


Selesaikan misinya dan dapatkan hingga ratusan dolar per hari


Download Aplikasinya dan Dapatkan Promo Menarik


Get paid to share your links!
Support : Chemical Engineering | Himatemia Unimal 2014/2015 | Teknik Kimia
Copyright © 2018. Berkah Mencari Ilmu - All Rights Reserved
Contact us +6281288573161
Published by Mhd Haris lazuar Saragih Saragih | Linda Ratna Sari
Proudly powered by Berkah mencari Ilmu